Timnas Salah Strategi dalam Motivasi #Part1
original posted by tertindassemut, not copy paste
Tak hanya Bulu Tangkis, berbagai bidang olah raga yang lain pun bisa dibilang demikian. Tak terkecuali Sepak Bola, yangkini sedang ramai dibicarakan. Berbagai kalangan yang kurang tertarik akan olah raga ini, menjadi senang dalam menonton laga Christian Gonzales dkk dalam perhelatan Tim Nasional Sepak Bola Indonesia.
Menimbang dari itu, berbagai kalangan kini meyakini Indonesia dapat menembus kualifikasi pra-Piala Dunia Brazil 2014. Tapi bagi saya, tak semudah itu.
Timnas Indonesia mulai bangkit dan mulai dipercaya oleh para masyarakat Indonesia setelah pasukan Firman Utina melakoni AFF Cup pada akhir 2010 lalu. Dibawah kepelatihan Alfred Riedl, Indonesia mulai membangun mental dan taktik yang cukup matang. Banyak gol menghujani lawan. Para supporter begitu antusias dalam bangkitnya pasukan garuda merah putih bangsa ini.
Pada awal hingga semi-final, Indonesia sanat difavoritkan menjadi juara. Menimbang dari banyak nya skor dan serangkaian gol-gol indah hasil kerja sama cantik para pemain, serta pembangunan mental para pemain. Tapi sayang, pada final yang berujung kekalahan di laga pertama dan tak terkejar pada laga kedua, membuat Indonesia harus puas menjadi runner-up.
Apakah itu karena faktor kelelahan yang cukup dijadikan alasan dari pembahasan media pada saat itu? Atau karna masalah penyalahgunaan uang ‘suap’ yang terjadi pada skandal federasi sepak bola kita? Atau bahkan mungkin bisa saja itu hanya masalah mental?
Indonesia memiliki darah keturunan Portugis yang cukup kental. Gen yang juga cukup kental itu mendarah daging pada para pemain Timnas Indonesia pula. Darah Portugis diyakini memiliki mental yang keras pada awal, dan akan menurun diakhirnya. Tak hanya itu, Portugis juga diyakini mempunyai watak kesomobongan yang lebih. Lalu apa hubungannya dengan Timnas?
Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Indonesia cukup garang pada awal, dan menurun pada akhirnya.
Tahukah Anda? Dari serangkaian latihan keras Timnas yang dijalani selama ini, pasti ada beberapa sodoran motivasi dari pelatih. Dari itu bisa dilihat bagaimana mental para pemain bisa berkembang. Tapi, lihat saja. Para Timnas diberi motivasi dengan berbagai serangkaian sejarah yang cukup manis dibelakang. Maksudnya?
Indonesia pernah masuk kelas Piala Dunia. Indonesia pernah menjuarai bidang ini itu, gelar ini itu, medali ini itu. Dan serangkaian lainnya.
Tahukah Anda? Andre Villas-Boas, pelatih muda asal Portugal yang pernah menjuarai Piala Eropa atas strateginya dan tercatat sebagai pelatih paling muda sepanjang sejarah yang pernah menaklukkan kompetisi kelas Eropa. Padahal, kala itu merupakan tahun pertama Villas-Boas menangani sebuah klub sebagai Manager. Tak hanya itu, dimusim pertama nya sebagai pelatih itu, Villas-Boas juga meraih gelar Liga serta Piala Lokal.
Andre Villas-Boas digaet klub asal London, Chelsea setelah diyakini meraih banyak gelar dimusim pertama sebagai manager, tak hanya itu tapi juga manager yang masih berusia sangat belia.
Villas-Boas mengawali melatih Chelsea dengan beberapa rules yang cukup ketat. Salah satunya yang membuat saya terkagum adalah mengenai pencopotan foto dan serangkaian gelar masa kejayaan yang telah lalu di sepanjang tempat latihan. Mengapa? Disebutkan alasan bahwa manusia asal Portugal itu tak ingin para pemainnya terbuai dalam kejayaan masa lalu. Tak ingin hanya bermimpi pada kejayaan masa lalu. Yang terpenting adalah proses bagaimana melakoninya, bukan bagaimana meraihnya. Satu kata yang cukup membuat saya terkagum, “We don’t live in History, We Create it !”
Kembali ke permasalahan Timnas. Timnas diyakini terlalu banyak sodoran motivasi mengenai kejayaan musim lalu. Sangat bertolak belakang dengan apa yang dilakukan Villas-Boas demi kebaikan tim dan pemainnya. Timnas bisa dibilang mudah terbuai dengan masa yang lalu, daripada melakoni hal-hal lebih baru dan lebih segar untuk kebaikan kedepan. Ingat ! Mereka (Timnas) bermain bukan dalam suatu sejarah masa lalu, tapi mereka sedang membuat sejarah baru.
Berbicara mengenai masa lalu dansejarah baru, ada seorang pemain bernama Romelu Lukaku. Saya sempat post blog pada beberapa saat yang lalu. Di berbagai media, berbagai pihak, berbagai pemikiran sering dikaitkan dengan Didier Drogba. Lihat saja, wajah mereka sangat mirip. Mulai dari rambut, postur badan, bahkan wajah dan kulit. Posisi bermain sebagi striker pun juga dijadikan alasan berbagai kalangan. Tak hanya itu, cara bermain juga cukup mirip. Sehingga Romelu Lukaku disebut sebagai ‘the New Drogba.’
foto: (kiri) Romelu Lukaku, (kanan) Didier Drogba
Mendengar demikian banyak yang mengatakan ‘the New Drogba’, Lukaku serentak membantahya. ‘Drogba dan Aku hanya mirip. Tapi Aku bukanlah Didier Drogba. Aku adalah Aku, bukan Drogba. Aku kan menjadi apa yang lebih baik dari-nya, bukan menjadi seperti-nya.’
Bisa dipahami? Lukaku mengatakan tak ingin terbuai dan disamakan dengan Drogba yang jauh lebih tua dan lebih berpengalaman serta lebih pernah merasakan kejayaan daripada Lukaku yang masih belia dan belum banyak merasakan kejayaan. Tapi, Lukaku memiliki cara sendiri tuk lebih baik, dan menunjukkan ‘ini Aku, bukan orang lain/bukan seperti orang lain’
Kita kembali lagi pada Timnas. Apakah para motivator tak sadar mengenai hal diatas? Apakah para pemain terlalu terbuai dengan berbagai contoh kejayaan pada masa lalu? Apakah para motivator terlalu lebay dalam memberikan motivasi? Apakah semua bisa berubah?
‘Sejarah Kejayaan yang telah berlalu bukanlah tolak ukur sebagai dasar penambah motivasi kepada orang. Mereka berhak menjadi yang lebih baik dan tak terbuai pada sejarah..’
.............to be continue, stay tune on tertindassemut
0 Response to "Timnas Salah Strategi dalam Motivasi #Part1"
Posting Komentar