Politisi Sekarang? Penakut!
Berbagai kesempatan besar untuk menaruh jabatan setingginya. Berbagai Cara untuk meraihnya pun juga cukup besar dalam menarik hati para rakyatnya. Tapi, sadarkah mereka apa yang ada dalam diri mereka itu? Beranikah mereka menjalankan amanah rakyat?
Indonesia kini cukup dikenal sebagai negara yang banyak dipenuhi serangkaian koruptor. Kebanyakan dari mereka terindikasi dan terbukti dari para politikus negeri. Para pejabat negara yang dipercaya rakyat, para pejabat yang dahulu mengumbar janji dengan misi mensejahterakan rakyat, ternyata malah menindas para pemercayanya.
Kesempatan besar, suatu kenikmatan besar. Hanya tinggal duduk, dibayar mahal. Sungguh kenikmatan. Menghadiri rapat, duduk manis, sambil menandarkan diri pada kursi yang sangat nyaman, dibayar pula. Sungguh nikmat. Bahkan hanya tidur saja dalam suatu rapat, dibayar juga. Wah, siapa tak mau seperti mereka. Mungkin hanya manusia Parokial dan manusia Subyek saja yang tak tertarik pada bidang tersebut.
Berbicara politik, berbicara kepercayaan rakyat. Berbagai janji disebar kepada rakyat. Tak terkecuali janji agar negeri tak melarat. Akhirnya malah menjadi negeri penuh karat.
Bagaimana mereka mempercayakan diri kepada rakyat? Salah satunya dengan menunjukkan diri bahwa dia merupakan keturunan dari semanusia yang cukup terkenal. Dengan label keluarga besar, dan juga dengan label nama tenar. Apakah itu baik?
Tak hanya satu dua, kini banyak. Berbagai manusia tertarik menguasai negeri dengan label keluarga. ‘Saya anak dari mantan presiden’ atau ‘Saya artis’ atau ‘Saya orang paling kaya, dari warisan orang tua’ atau ‘Saya orang paling alay.’
Berbagai kampanye disebutkan agar menarik hati rakyat. Dan ternyata, terlalu banyak pula rakyat yang mudah dikelabuhi dengan para politikus ‘penakut’ tersebut. Mengapa dibilang penakut? Karena mereka tak mau menunjukkan dirinya sendiri. Mereka hanya mau menunjukkan dari bidang label keluarga atau ketenaran. Mereka tak membangun sendiri diri mereka, tapi meneruskan perjuangan. Bagaimana bisa berkembang jika hanya meneruskan? Negeri ini butuh pembaharuan, bukan penerusan jabatan keluarga, atau dibangun oleh orang terkenal karena ketenaran yang tidak-tidak.
Mereka mempromosikan diri dengan berbagai kegiatan, amal, berbagai hal yang dapat menunjang namanya agar terpilih dalam pemilihan umum. Mereka pasti, pasti, dan pasti menambah label nama mereka. Semisal seperti ini, ‘Selamat Idul Fitri, keluarga besar bla bla bla’ atau ‘Turut berduka cita, dari keluarga bla bla bla’ atau ‘Semoga lekas sembuh, ketua umum bla bla bla’ dan sebagainya.
Pernah mendengar kisah Umar Bin Khattab, salah seorang manusia kekar, kuat, yang pernah menjadi khalifah Islam, pernahkah mendengar?
Sedikit cerita dari kisah Umar bin Khattab. Beliau pernah berjalan malah bersama sahabatnya mengarungi luar daerah mereka. Bukan berarti daerah terlarang, tapi daerah dimana mereka berdua jarang berkomunikasi dengan daerah tersebut.
Kala itu, ia mendengar tangis anak dari salah satu rumah. Dan ia mencoba menanyakan dan mencari tahu apa yang terjadi kepada penghuni rumah. Ternyata seorang ibu yang merebus batu ketika kedua anaknya sedang kelaparan. Membuat Umar terheran. Mengapa merebus batu?
Usut demi usut, ternyata sang Ibu merebut batu agar sang anak mengira bahwa Ibu sedang membuat makanan kepada mereka yang sedang sangat kelaparan. Sungguh menghawatirkan, benar benar sangat perlu dikasihani. Sang Umar bertanya-tanya, dan satu kalimat yang membuat hatinya tertusuk, ketika itu sang Ibu berkata ‘Khalifah Umar takkan pernah tahu apa yang terjadi pada rakyatnya yang seperti ini.’
Umar begitu sakit hatinya. Seorang berbadan kekar, berwatak keras, bisa tertusuk hatinya karena perkataan tersebut. Seketika itu Umarmeminta izin untuk pergi sebentar, sahabat dari Umar masih di rumah tersebut. Umar ternyata menuju gudang gandum dan sayuran. Mengambil beberapa yang dibutuhkan untuk keluarga miskin tersebut.
Sesampainya kembali ke rumah tadi, Umar meminta sang Ibu untuk mencoba menenagkan kedua anaknya selagi dia memasak. Kedua anak tersebut tertidur, dan ketika masakan telah jadi, Umar meminta sang Ibu membangunkan anak-anak nya. Dan keluarga miskin tersebut dapat makan, tak sekedar merebus batu.
Tahukan Anda? Apa yang dilakukan Umar selanjutnya? Khalifah Umar berseta sahabatnya tersebut meminta izin untuk meninggalkan rumah tersebut. Dan san Ibu pun bertanya, ‘Siapa namamu, wahai dermawan. Sungguh mulia dirimu.’ Tukas sang Ibu kepada Umar. Khalifah Umar menjawab, ‘Saya hanyalah Hama Allah.’ Sang Ibu pun berkata, ‘Semoga Khalifah Umar mengetahui hal seperti ini.’ Dan Umar pun berkata, ‘Khalifah Umar selalu ada untuk rakyatnya. Dia akan selalu ada.’
Sungguh mulia. Seorang Umar bin Khatab tak ingin menyebutkan namanya. Ia tulus ikhlas, bukan karna jabatan dia, bukan karena untuk meninggikan pamornya, tapi dengan keikhlasan. Dan setelah selang lama kemudian, sang Ibu tersebut baru tahu bahwa orang yang memberinya makan pada saat itu adalah Khalifah Umar.
Adakah Pemimpin, pejabat negara sekarang yang berjiwa bagaikan Umar bin Khattab yang telah disebutkan diatas?
Indonesia kini cukup dikenal sebagai negara yang banyak dipenuhi serangkaian koruptor. Kebanyakan dari mereka terindikasi dan terbukti dari para politikus negeri. Para pejabat negara yang dipercaya rakyat, para pejabat yang dahulu mengumbar janji dengan misi mensejahterakan rakyat, ternyata malah menindas para pemercayanya.
Kesempatan besar, suatu kenikmatan besar. Hanya tinggal duduk, dibayar mahal. Sungguh kenikmatan. Menghadiri rapat, duduk manis, sambil menandarkan diri pada kursi yang sangat nyaman, dibayar pula. Sungguh nikmat. Bahkan hanya tidur saja dalam suatu rapat, dibayar juga. Wah, siapa tak mau seperti mereka. Mungkin hanya manusia Parokial dan manusia Subyek saja yang tak tertarik pada bidang tersebut.
Berbicara politik, berbicara kepercayaan rakyat. Berbagai janji disebar kepada rakyat. Tak terkecuali janji agar negeri tak melarat. Akhirnya malah menjadi negeri penuh karat.
Bagaimana mereka mempercayakan diri kepada rakyat? Salah satunya dengan menunjukkan diri bahwa dia merupakan keturunan dari semanusia yang cukup terkenal. Dengan label keluarga besar, dan juga dengan label nama tenar. Apakah itu baik?
Tak hanya satu dua, kini banyak. Berbagai manusia tertarik menguasai negeri dengan label keluarga. ‘Saya anak dari mantan presiden’ atau ‘Saya artis’ atau ‘Saya orang paling kaya, dari warisan orang tua’ atau ‘Saya orang paling alay.’
Berbagai kampanye disebutkan agar menarik hati rakyat. Dan ternyata, terlalu banyak pula rakyat yang mudah dikelabuhi dengan para politikus ‘penakut’ tersebut. Mengapa dibilang penakut? Karena mereka tak mau menunjukkan dirinya sendiri. Mereka hanya mau menunjukkan dari bidang label keluarga atau ketenaran. Mereka tak membangun sendiri diri mereka, tapi meneruskan perjuangan. Bagaimana bisa berkembang jika hanya meneruskan? Negeri ini butuh pembaharuan, bukan penerusan jabatan keluarga, atau dibangun oleh orang terkenal karena ketenaran yang tidak-tidak.
Mereka mempromosikan diri dengan berbagai kegiatan, amal, berbagai hal yang dapat menunjang namanya agar terpilih dalam pemilihan umum. Mereka pasti, pasti, dan pasti menambah label nama mereka. Semisal seperti ini, ‘Selamat Idul Fitri, keluarga besar bla bla bla’ atau ‘Turut berduka cita, dari keluarga bla bla bla’ atau ‘Semoga lekas sembuh, ketua umum bla bla bla’ dan sebagainya.
Pernah mendengar kisah Umar Bin Khattab, salah seorang manusia kekar, kuat, yang pernah menjadi khalifah Islam, pernahkah mendengar?
Sedikit cerita dari kisah Umar bin Khattab. Beliau pernah berjalan malah bersama sahabatnya mengarungi luar daerah mereka. Bukan berarti daerah terlarang, tapi daerah dimana mereka berdua jarang berkomunikasi dengan daerah tersebut.
Kala itu, ia mendengar tangis anak dari salah satu rumah. Dan ia mencoba menanyakan dan mencari tahu apa yang terjadi kepada penghuni rumah. Ternyata seorang ibu yang merebus batu ketika kedua anaknya sedang kelaparan. Membuat Umar terheran. Mengapa merebus batu?
Usut demi usut, ternyata sang Ibu merebut batu agar sang anak mengira bahwa Ibu sedang membuat makanan kepada mereka yang sedang sangat kelaparan. Sungguh menghawatirkan, benar benar sangat perlu dikasihani. Sang Umar bertanya-tanya, dan satu kalimat yang membuat hatinya tertusuk, ketika itu sang Ibu berkata ‘Khalifah Umar takkan pernah tahu apa yang terjadi pada rakyatnya yang seperti ini.’
Umar begitu sakit hatinya. Seorang berbadan kekar, berwatak keras, bisa tertusuk hatinya karena perkataan tersebut. Seketika itu Umarmeminta izin untuk pergi sebentar, sahabat dari Umar masih di rumah tersebut. Umar ternyata menuju gudang gandum dan sayuran. Mengambil beberapa yang dibutuhkan untuk keluarga miskin tersebut.
Sesampainya kembali ke rumah tadi, Umar meminta sang Ibu untuk mencoba menenagkan kedua anaknya selagi dia memasak. Kedua anak tersebut tertidur, dan ketika masakan telah jadi, Umar meminta sang Ibu membangunkan anak-anak nya. Dan keluarga miskin tersebut dapat makan, tak sekedar merebus batu.
Tahukan Anda? Apa yang dilakukan Umar selanjutnya? Khalifah Umar berseta sahabatnya tersebut meminta izin untuk meninggalkan rumah tersebut. Dan san Ibu pun bertanya, ‘Siapa namamu, wahai dermawan. Sungguh mulia dirimu.’ Tukas sang Ibu kepada Umar. Khalifah Umar menjawab, ‘Saya hanyalah Hama Allah.’ Sang Ibu pun berkata, ‘Semoga Khalifah Umar mengetahui hal seperti ini.’ Dan Umar pun berkata, ‘Khalifah Umar selalu ada untuk rakyatnya. Dia akan selalu ada.’
Sungguh mulia. Seorang Umar bin Khatab tak ingin menyebutkan namanya. Ia tulus ikhlas, bukan karna jabatan dia, bukan karena untuk meninggikan pamornya, tapi dengan keikhlasan. Dan setelah selang lama kemudian, sang Ibu tersebut baru tahu bahwa orang yang memberinya makan pada saat itu adalah Khalifah Umar.
Adakah Pemimpin, pejabat negara sekarang yang berjiwa bagaikan Umar bin Khattab yang telah disebutkan diatas?
‘Jangan jadikan pamor keluarga dan nama tenar sebagai pemercaya hati raktat, tapi buktikanlah bahwa anda dapat menjadi orang yang dipercaya oleh rakyat..’
0 Response to "Politisi Sekarang? Penakut!"
Posting Komentar