Perbedaan Hari Raya, Salah Mana?
This is the original post by tertindassemut, not copy paste

Seluruh kaum Mislimin di Dunia kan menyambut hari yang cukup dinanti, Idul Fitri. Dimana, semua kalangan saling bersalaman. Baik secara langsung maupun tidak. Tak hanya manusia dewasa, manusia kecil juga pasti merayakannya. Bagaimana tidak, disana terbanyak kue dan uang siap menanti #alamak Keceplosan.
Mungkin semua menganggap itu terjadi sekali dalam satu tahun. Tapi cukup unik negeri ini. Hanya karena berlandas gengsi, atau bahkan karna ketidak sukaan pada suatu kelompok, menjadikan Idul Fitri biasa dalam waktu yang cukup banyak. Cukup banyak? Di Indonesia memiliki beberapa gerakan Islam yang cukup banyak, dan juga memiliki pemikiran yang juga banyak. Termasuk dalam penghitungan Idul Fitri.
gambar hanya ilusi belaka, bukan tanggal sesungguhnya
Dalam celotehan singkat, manusia yang berkata bahwa modernisasi merupakan perusak aqidah agama, lalu apa yang bisa menjadikan hidup ini akan lebih baik? Tempo lama? sangat datar jika mungkin hidup ini hanya itu-itu saja. Tak ada perkembangan alias modernisasi. Bahkan seorang author terkenal, penulis buku terkaya di dunia, J.K. Rowling mengatakan, 'Hidup tanpa kegagalan, lebih baik tak usah hidup.' Artinya, jika hidup tanpa suatu masalah, permasalahan, dan penanganan masalah untuk semakin berkembang, maka hidup kan selalu datar, tak ada kemajuan.
Kembali ke permasalahan mengenai perbedaan hari raya. Suatu perkembangan zaman. Kini sudah terdapat Google Earth yang dapat membantu manusia tuk melihat letak geografis bumi, bulan, maupun serangkaian benda-benda langit lainnya. Bahkan kini sedah diketahui perkembangan ilmu penghitungan dan semua yang terkait didalamnya. Jadi, apa salahnya jika kedua ilmu tersebut dijadikan satu untuk menentukan suatu kepastian hari raya yang benar-benar pasti dengan penghitungan yang tepat, dengan cara modern, dan dengan pemikiran yang lebih maju, lebihberkembang. Lalu, mengapa harus dengan kasat mata, padahal sudah ada ilmu falak, ilmu yang lebih mempermudah dalam penentuan suatu kejadian yang berkaitan dengan tata letak bumi dan serangkaian benda langit lainnya. Apa guna suatu masalah jika tak dipecahkan dengan lebih mudah, lebih flexible.
Bayangkan. Dengan Ilmu Falak, kita bisa tahu, hari apa ketika kita lahir dan pasaran apa (pahing, pon, kliwon, atau apa lah). Dengan Ilmu Falak juga kita bisa mengetahui arah kiblat yang sebenarnya. Dengan Ilmu Falak, kita bisa mengetahui kapan terjadinya hilal, baik tahun depan, bahkan 1 triluyun tahun kedepan. Sungguh Amazing. Mengapa harus dipersulit dengan harus melihat langsung letak bulan pada saat hilal, bagaimana jika ternyata saat itu tertutup kabut tebal selama berhari-hari? Masihkah harus menggunakan teropong yang terbuat dari bambu? Gengsi mengikuti ketetapan suatu kelompok yang berpiir lebih luas, lebih modern, lebih terpercaya, lebih paham, dan lebih pintar?
foto: (kiri) Poster film Sang Pencerah, (kanan) Hanung Bramantyo
Ingatkah pada kejadian Piala Dunia 2010 Afrika Selatan. Ketika itu release film berjudul 'Sang Pencerah' karya Hanung Bramantyo. Diambil dari kisah nyata, perjalanan hidup Sang Pencerah kehidupan, Sang guru besar, Pahlawan Nasional, Muhammad Darwisy, atau lebih dikenal dengan nama Kyai Haji Ahmad Dahlan.
Ahmad Dahlan cukup jeli dan sangat cerdas. Pemikirannya begitu logis, praktis tapi tak sekedar praktis- melainkan dengan pemikiran matang, dan juga cukup tegar dalam menjalani hidup. Beliau berani mengambil keputusan bahwa suatu awah kiblat di Indonesia sangat salah. Beliau berguru ke Arab Saudi untuk menimba ilmu, termasuk ilmu penghitungan arah kiblat yang masuk dalam kategori ilmu falak.
Beliau berani mengatakan pada para petinggi masyarakat bahwa arah kiblat masjid-masjid di Indonesia salah arah, khususnya pada Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta. Beliau memaparkan dengan peta, bahwa ketika Indonesia sholat mengarah lurus para arah Barat, maka tujuannya adalah Afrika Selatan. Beliau menerangkan alasan dengan rinci dan dengan pemikiran serta penghitungan yang sangat matang. Serta menerangkan solusi dan keberasan yang sesungguhnya, bagaimana arah kiblat yang sebenarnya.
Tapi, pemerintah baru menegaskan bahwa arah kiblat Indonesia salah, bukan lurus ke barat. Saya masih ingat ungkapa pemerintah, saya catat di notes pada ponsel saya, seperti ini: 'Lempengan bumi sudah mulai tergeser, begitupula arah kiblat kita yang juga mulai harus dipindah dan diperbaiki karena perkembangan zaman. Jika kita sholat menghadapt ke barat, maka tujuan kita dalah pada tempat berlangsungnya Piala Dunia saat ini, Afrika Selatan.'
Sangat lucu. Sangat lucu sekali. Mereka (pemerintah) mnyatakan alasan bahwa lempengan bumi sudah menggeser tersebut, membuat saya tertawa. Alasan seperti itu sungguh sangat tidak dapat saya terima. Seorang Kyai Haji Ahmad Dahlan menyatakan hal mengenai arah kiblat yang benar, sudah sejak puluhan tahun yang lalu. Sebelum Gerakan Islam Muhammadiyan di Negeri ini ditetapkan. Tepatnya sebelum tanggal 18 November 1912. Tapi, mengapa pemerintah abru menggalakkan pada tahun 2010 dengan alasan yang lain, dengan alsan yang tak sebanding dengan alasan brilliant Ahmad Dahlan? Alasan Ahmad Dahlan, beserta pemikiran dan juga pemecahan masalahnya sungguh jelas, tapi bagaimana dengan alasan pemerintah yang sedemikiran?
Seperti sebuah judul fim negeri, 'Alangkah Lucunya Negeri Ini.' Alangkah lucunya kehidupan di negeri ini, terlalu banyak hal yang sudah dipermudah, harus dipersulit.
'Ilmu itu untuk mempermudah, jadi pergunakanlah, manfaatkan dan kembangkanlah..'


0 Response to "Perbedaan Hari Raya, Salah Mana?"
Posting Komentar