Apapun Demi Bimbel

http://abdurrosyid5.files.wordpress.com/2011/02/ueki.gif

Kelas XII, kelas orang siap tentukan masa depan. Tak hanya untuk memikirkan Ujian Nasional, tapi juga memikirkan masa depan. Entah akan melanjutkan sebagai mahasiswa atau langsung terjun mencari peruntungan dengan bekerja. Dan itu pasti dialami setiap siswa kelas XII, berpikir memikirkan masa depan.

Salah satu hal yang sangat familiar dalam kehidupan kelas XII adalah Bimbel a.k.a Bimbingan Belajar. Tak salah, banyak sekali lembimjar (Lembaga Bimbingan Belajar) sangat menawarkan jasa nya untuk mewujudkan suses para pemimpi. Mencari keuntungan, atau untuk mewujudkan mimpi anak bangsa, itu masih dipertanyakan. Tapi, semua siswa yang mendapatkan jasa nya, pasti berharap yang terbaik untuk masa depannya.

Tak terkecuali bagi kami. 5 manusia asrama, berharap mendapat yang terbaik. Awalnya sangat nyaman dengan jadwal bimbel, jam 18.30 sebelum diminta untuk moving ke jadwal jam 16.15.

Alasan utama yaitu permintaan pembimbing asrama, ka' Wisda. Kami berada di asrama dengan basis agama yang cukup kental. Ketika adzan tiba, wajib berjama'ah di masjid dan dilanjutkan dengan kumpul bersama pembimbing (di tempat kami dinamakan musyrif -bhs.arab) untuk mendapatkan pelajaran berupa tarjamah Qur'an. Dan itu wajib bagi setiap siswa untuk mengikuti pelajaran ba'da maghrib tersebut. Sangat bertabrakan dengan jadwal bimbingan belajar.

Mengapa tidak ditentang dengan keras? Cukup dengan kata halus saja, kami sangat sulit untuk menentang beliau. Beliau lebih tegas meski tanpa dengan kekerasan. Jadi, mau bagaimana lagi.

Ketika kami menjalani gila nya jadwal, kami merasa sangat kontras. Ketika kami mengambil jam malam, jumlah peserta di kelas cukup sedikit, dan suasana sangat nyaman serta mudah memahami pelajaran. Lagipula tak merasa malu jika memang tak bisa dan siap mengajukan pertanyaan berbagai hal yang masih belum jelas.

Tapi, ketika kami pindah ke jam sore, ternyata kami sangat merasa tak nyaman. Beberapa orang, gerombolan genk dari salah satu sekolah di kota kami, tak jauh dari sekolah kami malah, begitu ramai. Begitu gaduh, bahkan sangat mengganggu peserta didik lain. Tak hanya itu, beberapa kali pengajar mengecam (tak sampai keras) dalam memperingatkan mereka (para provokator gaduh). Sangat tak nyaman, sangat tidak kondusif, sangat tidak mendapatkan hal yang seharusnya kami harapkan.

Dengan kata 'nekat', kami dengan sangat keras, menentang jadwal pelajaran maghrib kami. Kami mencoba untuk menjadi anak brandalan. Brandalan demi masa depan, bukan untuk mendapatkan musuh lebih banyak. Mulailah taktik yang kami gunakan untuk mengelabuhi jam dan keadaan.

Kabur dari pelajaran asrama, mengenakan sarung, mengenakan celana cadangan, ketika di perjalanan gant di jalan yang cukup petang dan tak terlihat langsung oleh masyarakan. Sungguh pengorbanna yang mungkin tak kan kami lupakan.

Singkat cerita, hanya demi bimbingan belajar untuk masa depan, harus ada pengorbanan. Dengan adanya pengorbanan, kami merasakan kenyamanan. Dengan kenyamanan, kita tatap masa depan. Demi masa depan, kami berkorban untuk segalanya.

Jadi, pesan dari kami untuk para manusia yang sibuk akan jadwal untuk menentukan bimbingan belajar di luar sekolah:
  1. Temukan waktu yang pas dan tidak bertabrakan dengan jadwal lain.
  2. Sesuai dengan niat.
  3. Kerja keras, pantang menyerah, dan siap untuk mendapatkan masa depan.
  4. Tak mudah menyerah, temukan celah.

'Masalah itu bukan untuk ditantang atau dilawan, tapi dilewati dengan nyaman.'

0 Response to "Apapun Demi Bimbel"

Posting Komentar

my playlist